Mungkin tak banyak lagi orang mengingat kasus saat pesawat AirAsia QZ8501 jatuh dalam rute penerbangan dari Surabaya ke Singapura pada Desember 2015 silam. Saat itu penanganan Air Asia terhadap krisis yang sedang dialaminya bisa diacungi jempol. Sejak dinyatakan secara resmi hilang, pihak AirAsia sigap memberikan respons simpatiknya. Bahkan, pemimpin tertinggi maskapai Tony Fernandes, CEO AirAsia juga bereaksi sama responsifnya.
Ia segera mengirimkan tweet tentang kebenaran informasi tersebut. “AirAsia Indonesia regrets to confirm that QZ8501 from Surabaya to Singapore has lost contact at 07:24hrs this morning.” Yang selanjutnya diikuti dengan tweet Tony yang lain yang bernada simpatik dan mencoba menenangkan keluarga korban.
Beberapa tweet Tony Fernandes, langsung saat peristiwa terjadi.
Sementara itu, hal berbeda ditunjukkan oleh Mark Zuckerberg, CEO Facebook saat kasus penyalahgunaan data pengguna oleh perusahaan Cambridge Analytica untuk kepentingan Pilpres Amerika Serikat. Dari pihak Facebook berkilah bahwa tidak ada pencurian data. Yang membuat makin buruk adalah sikap Zuckerberg sebagai CEO serta Sheryl Sandberg sebagai COO Facebook memilih untuk bungkam dan lamban dalam mengajukan permintaan maaf dalam kasus ini. Padahal, sebagai pendiri aplikasi social media terbesar di dunia, sudah seharusnya memanfaatkan social media untuk memberikan informasi yang benar. Mark baru mengungkapkan permintaan maafnya lima hari kemudian.
Video permintaan maaf Mark
Dari dua kasus krisis PR di atas, bisa menjadi pembelajaran bahwa setiap perusahaan, atau brand perlu menyiapkan manajemen krisis di social media sebelum kejadian buruk menimpa. Hal ini dimulai dari memiliki rencana yang solid, daftar stakeholder dan tanggung jawab utama serta rantai komando yang jelas.
Sepertinya rumit ya? Nah, dalam artikel ini, Anda akan melihat metode untuk menemukan potensi masalah atau krisis saat mereka muncul dan bagaimana cara mengatasinya di tahap awal.
Table of Contents
#1 Buat Social Media Policy
Beberapa krisis social media yang terburuk diawali karyawan memposting sesuatu yang tidak pantas. Berita baiknya, hal ini cenderung mudah untuk dihindari. Caranya dengan membuat social media policy yang solid untuk perusahaan Anda.
Dalam policy ini harus memberikan pedoman yang jelas untuk penggunaan yang tepat, menguraikan ekspektasi brand Anda serta menjelaskan bagaimana karyawan dapat menceritakan tentang bisnis atau perusahaan Anda di akun pribadi mereka.
Detail social media policy ini bervariasi berdasarkan faktor-faktor seperti jenis industri dan ukuran perusahaan Anda. Berikut adalah beberapa hal yang wajib ada dalam social media policy.
- Pedoman hak cipta. Berikan instruksi atau deskripsi yang jelas tentang cara menggunakan dan mengkredit konten pihak ketiga.
- Pedoman privasi. Tentukan cara berinteraksi dengan pelanggan online, dan kapan percakapan perlu dipindahkan ke saluran pribadi.
- Pedoman kerahasiaan. Jelaskan informasi bisnis apa yang diizinkan untuk dibagikan oleh karyawan atau karyawan bahkan didorong untuk membagikan, dan apa yang harus disimpan.
- Pedoman brand voice. Apakah harus menggunakan nada formal atau bolehkah menggunakan bahasa yang lebih luwes?
#2 Pastikan Keamanan Akun Anda
Password yang lemah dan keamanan social media lainnya memiliki risiko brand Anda terekspos krisis social media. Bahkan, karyawan lebih cenderung dapat menyebabkan krisis cyber security daripada hacker. Mengapa demikian? Semakin banyak orang yang mengetahui password social media bisnis Anda, maka akan semakin banyak peluang terjadinya pelanggaran keamanan.
Untuk itu, jangan bagikan password sembarangan kepada anggota tim Anda yang membutuhkan akses. Gunakan social media management tools untuk mengontrol izin penggunaan dan memberikan tingkat akses yang sesuai. Dengan penggunaan tools yang terpusat juga memungkinkan Anda untuk mencabut akses bagi karyawan yang sudah meninggalkan perusahaan atau pindah jabatan yang tidak lagi mengharuskan berurusan dengan social media.
#3 Gunakan Social Listening Tools untuk Mengidentifikasi Potensi Masalah/Krisis
Social listening tools yang baik dapat membantu Anda melihat masalah yang muncul di social media jauh sebelum berubah menjadi krisis. Memantau brand mention dapat memberi Anda peringatan tentang lonjakan aktivitas. Tetapi jika Anda benar-benar ingin mengawasi potensi krisis social media, maka Anda harus senantiasa memantau sentimen sosial.
Sentimen sosial adalah metrik yang menangkap perasaan orang tentang brand Anda. Jika Anda menangkap perubahan yang mendadak dan signifikan, maka hal tersebut bisa menjadi petunjuk langsung untuk mulai menggali apa yang orang katakan tentang Anda. Adanya perubahan yang signifikan secara tiba-tiba dalam brand mention juga selalu layak untuk diselidiki. Oleh sebab itu, ada baiknya Anda menggunakan social listening tools yang dapat mengatur peringatan sehingga Anda secara otomatis diberi tahu jika ada perubahan besar dalam sentimen atau volume mention. Hal ini akan memberi Anda peringatan dini tentang krisis saat krisis masih dalam tahap awal.
#4 Mengidentifikasi Krisis
Bila brand atau perusahaan menerima mention mengatakan hal-hal negatif tentang Anda di social media pada saat yang sama, Anda patut waspada Karena bisa jadi ini adalah krisis atau potensi krisis yang siap untuk meledak. Anda dapat mengidentifikasi krisis social media saat terjadinya perubahan yang signifikan secara negatif dalam percakapan online tentang brand Anda.
Selain itu, agar komentar negatif dapat dianggap sebagai krisis, Anda juga perlu menilai adanya potensi kerusakan jangka panjang pada brand Anda. Bahkan jika sejumlah besar orang memposting secara negatif, cara terbaik untuk mengatasinya adalah merespons melalui saluran layanan pelanggan.
Apakah itu saja cukup? Tentu tidak. Masih ada beberapa langkah lanjutan yang harus Anda persiapkan untuk membuat manajemen krisis social media brand Anda. Baca terus artikel selanjutnya ya. Agar tidak terlewatkan artikel-artikel terbaru seputar digital marketing dan social media, jangan lupa untuk subscribe blog ChubbyRawit.